Musik kontemporer adalah
istilah dalam bahasa Indonesia untuk bidang kegiatan kreatif yang dalam konteks
berbahasa Inggris paling sering disebut musik baru, musik kontemporer, atau,
lebih tepatnya, musik seni kontemporer. Ini menjadi istilah yang paling
digemari di tahun1990-an. Tetapi kesepakatan dalam penggunaan istilah ini
membangkitkan pertanyaan tentang apa yang termasuk dan apa yang tidak termasuk
dalam musik kontemporer. Ini menjadi sebuah inti dari perdebatan hangat
dikalangan musisi dan pemikir yang biasanya mempunyai persepsi yang berbeda.
Keanekaragaman Musik
kontemporer secara resmi diakui dan dilembagakan dan dalam hal ini ditetapkan
sebagai sebuah gerakan yang lebih besar, yaitu Pekan Komponis, sebuah pertemuan
tahunan untuk para komposer dari berbagai daerah di Indonesia. Pertemuan ini
biasanya dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Dari pertemuan yang
pertama di tahun 1979, komposer yang terlibat kebanyakan berasal dari yang
berbasis tradisional. Bahkan, komposer berbasis tradisional adalah yang terbaik
mewakili delapan iterasi awal, yang memberikan kontribusi lebih dari tiga kali
lebih banyak dari karya-karya itu dibanding rekan mereka yang berorientasi
Barat.
KONSEP
MUSIK KONTEMPORER
Pada
puncaknya, karya-karya musik kontemporer tidak lagi menjelaskan ciri-ciri latar
belakang tradisi budayanya walaupun sumber-sumber tradisi itu masih terasa
lekat. Akan tetapi sikap serta pemikiran individual-lah yang paling penting,
sebagai landasan dalam proses kreatifitas musik kontemporer. Musik ini cendrung
mengubah cara pandang, cita rasa, dan kriteria estetik yang sebelumnya telah
dikurung oleh sesuatu yang terpola, ada standarisasi, seragam, global, dan
bersifat sentral. Konsep musik kontemporer menjadi sangat personal
(individual), sehingga perkembangannyapun beragam. Paham inilah yang ditawarkan
oleh musik kontemporer, sehingga dalam karya-karya yang lahir banyak terjadi
vokabuler teknik garapan dan aturan tradisi yang telah mapan ke dalam wujud
yang baru, terkesan aneh, nakal, bahkan urakan.
secara kompositoris karakteristik karyanya
dapat dipetakan menjadi tiga kategori. Pertama adalah karya musik yang bersifat
“musik iringan”. Konsep komposisi dalam karya seperti ini berdasar pada
penciptaan suatu melodi (bentuk lagu/intrumental), kemudian elemen-elemen
lainnya berfungsi mengiringi melodi tersebut. Kedua adalah karya musik yang
bersifat “illustratif”. Konsep komposisinya berusaha menggambarkan sesuatu dari
naskah cerita, puisi dan lain-lain. Dengan demikian orientasi musiknya lebih
tertuju pada penciptaan suasana-suasana yang berdasar pada interpretasi komponisnya.
Ketiga adalah karya musik yang bersifat otonom. Karya musik seperti ini
biasanya sangat sulit dipahami oleh orang awam. Selain bentuknya yang tidak
baku, aspek gramatika musiknya pun sangat berbeda jika dibandingkan dengan
karya-karya tradisi. Kadang-kadang karya-karya musik seperti ini sering
menimbulkan hal yang kontroversial. Seperti yang “anti tradisi”, padahal secara
sadar atau tidak, semua tatanan konsepnya bersumber dari tradisi. Kategori yang
seperti ini lebih dekat atau lebih cocok dengan fenomena musik kontemporer
Barat (Eropa-Amerika).
Satu garapan musik kontemporer dengan media
ungkap berbeda digarap kolaboratif oleh dua seniman I Wayan Dibia dan Keith
Terry yaitu ”Body Tjak”. Karya ini merupakan seni pertunjukan multikultural
hasil kerja sama atau kolaborasi internasional yang memadukan unsur-unsur seni
dan budaya Barat (Amerika) dan Timur (Bali-Indonesia). ”Body Tjak” digarap
dengan penggabungan unsur-unsur seni Kecak Bali dengan Body Music, sebuah jenis
musik baru yang menggunakan tubuh manusia sebagai sumber bunyi. Garapan
bernuansa seni budaya global ini, lahir dengan dua produksinya yaitu Body Tjak
1990 (BT90) dan Body Tjak 1999 (BT99) (Dibia, 2000:10). Kedua karya ini memang
murni lahir dari keinginan seniman untuk mengekspresikan jiwanya yang telah
tergugah oleh dinamisme seni kecak dan body music. Dengan berbekal pengalaman
estetis masing-masing, dan diilhami oleh obsesi aktualitas kekinian, kedua
seniman sepakat melakukan eksperimen dalam bentuk workshop-workshop sehingga
lahirlah musik kontemporer Body Tjak.
Dari segi alat musik
sajian kontemporer menggunakan perpaduan antara instrumen tradisional dan
modern sehingga menambah variasi suara yang dihasilkan. dari segi sikap penyaji
bergerak sesuai alur cerita, seperti jalan, berdiri, dan duduk.
SEJARAH MUSIK KONTEMPORER
Di
Indonesia, perkembangan musik kontemporer baru mulai dirasakan sejak
diselenggarakannya acara Pekan Komponis Muda tahun 1979 di Taman Ismail Marzuki
Jakarta. Melalui acara itu komunikasi para seniman antar daerah dengan berbagai
macam latar belakang budaya lebih terjalin. Forum diskusi serta dialog antar
seniman dalam acara tersebut saling memberi kontribusi sehingga membuka
paradigma kreatif musik menjadi lebih luas. Sampai hari ini para komponis yang
pernah terlibat dalam acara itu menjadi sosok individual yang sangat memberi
pengaruh kuat untuk para komponis musik kontemporer selanjutnya. Nama-nama
seperti Rahayu Supanggah, Al Suwardi, Komang Astita, Harry Roesli, Nano
Suratno, Sutanto, Ben Pasaribu, Trisutji Kamal, Tony Prabowo, Yusbar Jailani,
Dody Satya Ekagustdiman, Nyoman Windha, Otto Sidharta dan masih banyak yang
belum disebutkan, adalah para komponis kontemporer yang ciri-ciri karyanya
sulit sekali dikategorikan secara konvensional. Karya-karya mereka selain
memiliki keunikan tersendiri, juga cukup bervariasi sehingga dari waktu ke
waktu konsep-konsep musik mereka bisa berubah-ubah tergantung pada semangat
serta kapasitas masing-masing dalam mengembangkan kreatifitasnya. Pada
puncaknya, karya-karya musik kontemporer tidak lagi menjelaskan ciri-ciri latar
belakang tradisi budayanya walaupun sumber-sumber tradisi itu masih terasa
lekat. Akan tetapi sikap serta pemikiran individual-lah yang paling penting,
sebagai landasan dalam proses kreatifitas musik kontemporer. Sikap serta
pemikiran itu tercermin seperti yang telah dikemukakan komponis kontemporer I
wayan Sadra antara lain :
“Kini
tak zamannya lagi membuat generalisasi bahwa aspirasi musikal masyarakat adalah
satu, dengan kata lain ia bukan miliki kebudayaan yang disimpulkan secara umum,
melainkan milik pribadi orang per orang” (Sadra, 2003).
Mengamati
perkembangan musik kontemporer di daerah sunda tampaknya agak lamban. Selain
apresiasi masyarakat Sunda belum begitu memadai, para komponisnya yang relatif
sangat sedikit, juga dukungan pemerintah setempat atau sponsor-sponsor lain
untuk penyelenggaraan konser-konser musik kontemporer sangat kurang. Di
Yogyakarta misalnya, secara konsisten selama belasan tahun mereka berhasil
menyelenggarakan acara Yogyakarta Gamelan Festival tingkat Internasional yang
didalamnya banyak sekali karya-karya musik kontemporer dipentaskan. Kota Solo
pada tahun 2007 dan 2008 telah menyelenggarakan acara SIEM (Solo International
Ethnic Music). Banyak karya-karya musik kontemporer dipentaskan dalam acara itu
dengan jumlah penonton kurang lebih 50.000 orang. Festival “World Music” dengan
nama acara “Hitam Putih” di Riau, Festival Gong Kebyar di Bali dan lain
sebagainya. Acara-acara tersebut secara rutin dilakukan bukan sekedar “ritual”
atau memiliki tujuan memecahkan rekor Muri apalagi mencari keuntungan, karena
pementasan musik kontemporer seperti yang pernah dikatakan Harry Roesli
merupakan “seni yang merugi akan tetapi melaba dalam tata nilai”.
Sebenarnya
banyak komponis kontemporer di daerah Sunda yang cukup potensial, akan tetapi
sangat sedikit yang konsisten. Salah satu komponis pertama yang perlu disebut
adalah Nano S. Meskipun aktifitasnya lebih cenderung sebagai pencipta lagu,
akan tetapi beberapa karyanya seperti karya “Sangkuriang” atau “Warna” memberi
nafas baru dalam pengembangan musik Sunda. Komponis lain seperti Suhendi
Afrianto, Ismet Ruhimat sangat nyata upayanya dalam pengembangan instrumentasi
pada gamelan Sunda. Dodong Kodir yang cukup konsisten dalam upaya mengembangkan
aspek organologi dalam komposisinya, Ade Rudiana yang sukses dalam pengembangan
dibidang komposisi musik perkusi, Lili Suparli yang memegang prinsip kuat dalam
pengolahan idiom-idiom musik tradisi Sunda, serta tak kalah penting
komponis-komponis seperti Dedy Satya Hadianda, Dody Satya Eka Gustdiman, Oya
Yukarya, Dedy Hernawan, Ayo Sutarma yang karya-karyanya cukup variatif dan
memiliki orsinalitas dilihat dari aspek kompositorisnya. (posisi penulis
sebagai komponis juga memiliki ideologi yang kurang lebih sama dengan para
komponis yang terakhir disebutkan).
Dari
beberapa komponis Sunda seperti yang telah disebutkan di atas, secara
kompositoris karakteristik karyanya dapat dipetakan menjadi tiga kategori.
Pertama adalah karya musik yang bersifat “musik iringan”. Konsep komposisi
dalam karya seperti ini berdasar pada penciptaan suatu melodi (bentuk
lagu/intrumental), kemudian elemen-elemen lainnya berfungsi mengiringi melodi
tersebut. Kedua adalah karya musik yang bersifat “illustratif”. Konsep komposisinya
berusaha menggambarkan sesuatu dari naskah cerita, puisi dan lain-lain. Dengan
demikian orientasi musiknya lebih tertuju pada penciptaan suasana-suasana yang
berdasar pada interpretasi komponisnya. Ketiga adalah karya musik yang bersifat
otonom. Karya musik seperti ini biasanya sangat sulit dipahami oleh orang awam.
Selain bentuknya yang tidak baku, aspek gramatika musiknya pun sangat berbeda
jika dibandingkan dengan karya-karya tradisi. Kadang-kadang karya-karya musik
seperti ini sering menimbulkan hal yang kontroversial. Seperti yang “anti
tradisi”, padahal secara sadar atau tidak, semua tatanan konsepnya bersumber
dari tradisi. Kategori yang seperti ini lebih dekat atau lebih cocok dengan
fenomena musik kontemporer Barat (Eropa-Amerika).
Di
Bali, aktivitas berkesenian dengan ideologi ”kontemporer” sesungguhnya telah
berlangsung sejak awal abad ke-20 dengan lahirnya seni kekebyaran di Bali
Utara. Namun wacana tentang musik kontemporer mulai mengemuka serangkaian
adanya Pekan Komponis Muda I yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1979.
Komponis muda yang mewakili Bali pada waktu itu adalah I Nyoman Astita dengan
karyanya yang berjudul ”Gema Eka Dasa Rudra”. Pada tahun-tahun berikutnya Pekan
Komponis Muda diikuti oleh komponis-komponis muda Bali lainnya seperti I Wayan
Rai tahun 1982 dengan karyanya ”Trompong Beruk”, I Nyoman Windha tahun 1983
dengan karyanya berjudul ”Sangkep”, I Ketut Gede Asnawa tahun 1984 dengan
karyanya berjudul ”Kosong”, Ni Ketut Suryatini dan I Wayan Suweca tahun 1987
dengan karyanya berjudul ”Irama Hidup”, I Nyoman Windha tahun 1988, dengan dua
karyanya sekaligus yaitu ”Bali Age” dan ”Sumpah Palapa”.
Kehadiran
karya musik kontemporer ini mulai terasa mengguncang persepsi masyarakat
akademik di ASTI dan STSI (kini ISI) Denpasar dan juga di KOKAR Bali (kini SMK
3 Sukawati), karena musik ini cendrung mengubah cara pandang, cita rasa, dan
kriteria estetik yang sebelumnya telah dikurung oleh sesuatu yang terpola, ada
standarisasi, seragam, global, dan bersifat sentral. Konsep musik kontemporer
menjadi sangat personal (individual), sehingga perkembangannyapun beragam.
Paham inilah yang ditawarkan oleh musik kontemporer, sehingga dalam karya-karya
yang lahir banyak terjadi vokabuler teknik garapan dan aturan tradisi yang telah
mapan ke dalam wujud yang baru, terkesan aneh, nakal, bahkan urakan.
Pada
tahun 1987 serangkain dengan tugas kelas mata kuliah Komposisi VI, mahasiswa
jurusan karawitan ASTI Denpasar semester VIII untuk pertama kalinya menggarap
sebuah musik kontemporer dengan judul ”Apang Sing Keto”. Karya yang berbentuk
drama musik ini menggunakan instrumen pokok Gamelan Gong Gede dipadu olahan
vokal dan penggunaan lagu ”Goak Maling Taluh” sebagai lagu pokok. Karya ini
kemudian ditampilkan pada Pesta Kesenian Bali tahun 1987 dan mendapat sambutan
meriah dari penonton. Pada tahun 1988 ketika Festival Seni Mahasiswa di
Surakarta, saya sendiri selaku komponis mewakili STSI Denpasar menggarap karya
musik kontemporer yang berjudul ”Belabar Agung” dengan menggunakan gamelan Gong
Gede. Dua karya terakhir ini sempat mendapat kecaman dari beberapa sesepuh
karawitan, karena dianggap memperkosa dan melecehkan gamelan Gong Gede yang
telah memiliki kaidah-kaidah konvensional yang mapan.
Dua
tahun kemudian, satu garapan musik kontemporer dengan media ungkap berbeda
digarap kolaboratif oleh dua seniman I Wayan Dibia dan Keith Terry yaitu ”Body
Tjak”. Karya ini merupakan seni pertunjukan multikultural hasil kerja sama atau
kolaborasi internasional yang memadukan unsur-unsur seni dan budaya Barat
(Amerika) dan Timur (Bali-Indonesia). ”Body Tjak” digarap dengan penggabungan
unsur-unsur seni Kecak Bali dengan Body Music, sebuah jenis musik baru yang
menggunakan tubuh manusia sebagai sumber bunyi. Garapan bernuansa seni budaya
global ini, lahir dengan dua produksinya yaitu Body Tjak 1990 (BT90) dan Body
Tjak 1999 (BT99) (Dibia, 2000:10). Kedua karya ini memang murni lahir dari
keinginan seniman untuk mengekspresikan jiwanya yang telah tergugah oleh
dinamisme seni kecak dan body music. Dengan berbekal pengalaman estetis
masing-masing, dan diilhami oleh obsesi aktualitas kekinian, kedua seniman
sepakat melakukan eksperimen dalam bentuk workshop-workshop sehingga lahirlah
musik kontemporer Body Tjak.
Kehidupan
dan perkembangan musik kontemporer yang diawali event-event gelar seni baik
dalam dan luar negeri akhirnya juga masuk ke ranah akademik. Mahasiswa jurusan
karawitan ISI Denpasar telah banyak menggarap musik kontemporer sebagai materi
ujian akhirnya. Hingga tahun 2009 penggarapan musik kontemporer masih
mendominasi pilihan materi ujian akhir mahasiswa jurusan karawitan, hal ini
menyebabkan secara produktivitas penciptaan musik kontemporer sangat banyak,
model dan jenisnyapun sangat beragam. Penggunaan instrumen tidak hanya terpaku
pada alat-alat musik tradisional Bali, juga digunakan instrumen musik budaya
lainnya, bahkan mahasiswa sudah mengeksplorasi bunyi dari benda-benda apa saja
yang dianggap bisa mengeluarkan suara yang mendukung ide garapannya.
Musik
kontemporer yang berjudul ”Gerausch” karya Sang Nyoman Putra Arsa Wijaya adalah
salah satu contoh eksplorasi radikal dalam musik kontemporer Bali. Karya ini
sempat memunculkan polemik kecil di kalangan akademik kampus. Berkembang wacana
”apakah karya ini tergolong musik atau tidak, termasuk karya karawitan atau
bukan?”. Namun dengan pemahaman yang cukup alot dari masyarakat akademik
kampus, akhirnya karya kontroversial inipun telah mengantarkan sang komposer
memperoleh gelar S1 Komposisi Karawitan.
TOKOH MUSIK KONTEMPORER
Beberapa Tokoh Musik Kontemporer Dunia
- Johann Sebastian Bach Meninggal Tanggal 22 Julai tahun 1750, Johann Sebastian Bach, musisi klasik terkenal Jerman, meninggal dunia dalam usia 65 tahun. Bach dilahirkan pada tahun l685 dalam keluarga yang mencintai musik. Ayahnya, Johann Ambrosius, adalah pemimpin kelompok musik di kota Eisenach. Pada usia kanak-kanak, Johann Sebastian diajari ayahnya memainkan biola. Dia juga mempelajari organ dari pamannya yang juga terkenal sebagai musisi, Johann Christoph Bach. Pada usia delapan tahun, Bach memasuki Latin Grammar School dan di sana ia bergabung dalam paduan suara yang membuat bakat musiknya semakin terasah. Pada usia remaja, ia mulai bergabung dalam berbagai kelompok musik dan akhirnya ia menciptakan sendiri karya-karya musiknya yang banyak bertema relijius.
- Ludwig van Beethoven (dibaptis 17 Desember 1770 di Bonn, wafat 26 Maret 1827 di Wina) adalah seorang komponis musik klasik dari Jerman. Karyanya yang terkenal adalah simfoni kelima dan kesembilan, dan juga lagu piano Für Elise. Ia dipandang sebagai salah satu komponis yang terbesar dan merupakan tokoh penting dalam masa peralihan antara Zaman Klasik dan Zaman Romantik. Semasa muda, ia adalah pianis yang berbakat, populer di antara orang-orang penting dan kaya di Wina, Austria, tempatnya tinggal. Namun, pada tahun 1801, ia mulai menjadi tuli.Ketuliannya semakin parah dan pada 1817 ia menjadi tuli sepenuhnya. Meskipun ia tak lagi bisa bermain dalam konser, ia terus mencipta musik, dan pada masa ini mencipta sebagian karya-karyanya yang terbesar. Ia menjalani sisa hidupnya di Wina dan tak pernah menikah.
- Hector Berlioz (lahir di Isère, 11 Desember 1803 – meninggal di Paris, 8 Maret 1869 pada umur 65 tahun) adalah seorang komponis Perancis dari zaman Romantik. Karyanya yang terkenal adalah Symphonie Fantastique,pertama kali ditampilkan pada tahun 1830. Berlioz menggemari sastra, dan kebanyakan karya terbaiknya diilhami dari karya sastra. Symphonie Fantastique diilhami dari novel autobiografis sastrawan Inggeris, Thomas de Quincey, berjudul'Confessions of an English Opium-Eater. Untuk La damnation de Faust, Berlioz mengacu pada sandiwara gubahan Goethe, Faust. Untuk Roméo et Juliette, Berlioz mengacu pada, tentunya, kisah Romeo dan Juliet karya Shakespeare. Selain pengaruh sastra, Berlioz juga mengagumi Beethoven, yang pada waktu itu tidak terkenal di Prancis. Selain Beethoven, Berlioz juga mengagumi Christoph Willibald Gluck, Etienne Mehul, Carl Maria von Weber, dan Gaspare Spontini.
- Anton Bruckner (4 September 1824 – 11 Oktober 1896) adalah komposer Austria yang paling dikenal dengan karya simfoni, misa, dan motet. Karya simfoni Bruckner dianggap sebagai penanda fase akhir Romantisme Austria-Jerman karena harmoni yang kaya, polifoni yang kompleks, dan panjangnya yang lama. Komposisi musik Bruckner membantu mendefinisikan radikalisme musik kontemporer, yang mengambil disonan, modulasi tanpa persiapan, dan harmoni rumit Bruckner. Karya Bruckner, khususnya simfoninya, juga memiliki pengkritik, yang mengkritik panjangnya, banyaknya pengulangan, sering Bruckner melakukan revisi, dan keraguan Bruckner mengenai versi mana yang dia lebih utamakan.
- Johannes Brahms (lahir di Hamburg, 7 Mei 1833 – meninggal di Wina, 3 April 1897 pada umur 63 tahun) adalah seorang komponis dan pianis dari Jerman, salah satu musisi utama pada zaman Romantik. Brahms lahir di Hamburg, Jerman, namun kemudian banyak berkarya di Wina, Austria. Pada masa hidupnya, Brahms sangat populer dan berpengaruh dalam dunia musik. Brahms membuat komposisi musik untuk piano, ansambel musik kamar, orkestra simfoni, dan untuk penyanyi serta paduan suara. Sebagai seorang pianis yang mahir, ia sering kali menampilkan sendiri karya-karyanya secara perdana; dia juga bekerja sama dengan penampil-penampil utama pada masanya, termasuk pianis Clara Schumann (istri komponis Robert Schumann). Banyak karyanya merupakan bagian dari repertoar standar konser klasik hingga saat ini. Salah satu karyanya yang paling terkenal ialah Wiegenlied, Op. 49 No. 4 ("Lagu Nina Bobo", dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Brahms' Lullaby).
- Robert Schumann (lahir di Zwickau, 8 Juni 1810 – meninggal di Bonn, 29 Juli 1856 pada umur 46 tahun) adalah seorang penggubah dan pianis Jerman. Dia dianggap sebagai salah satu dari komponis musik Romantik Eropa yang terpenting, serta seorang kritikus musik yang terkenal dalam sejarah. Seorang cendekiawan serta bersifat estetikus, musiknya menggambarkan sifat romantisme yang sangat pribadi. Mawas diri dan sering bertingkah, karya-karya musik pertamanya merupakan percobaan untuk melepaskan diri dari tradisi bentuk dan struktur klasik yang dia pikir terlalu membatasi.
Beberapa Tokoh Musik
Kontemporer Indonesia diantaranya :
1. Harry Roesli
Profesor psikologi ini bukanlah musisi biasa. Dia melahirkan fenomena
budaya musik kontemporer yang berbeda,
komunikatif, dan konsisten memancarkan kritik sosial. Dia mampu secara
kreatif melahirkan dan menyajikan kesenian secara komunikatif. Karya-karyanya
konsisten memunculkan kritik sosial secara lugasdalam
watak musik teater lenong.
Beberapa karya musiknya yang terkenal di antaranya : “Musik Rumah Sakit” ( 1979 dan 1980 di
Jakarta), “Parenthese”, “Musik Sikat Gigi” (1982
di Jakarta), Opera Ikan Asin, dan Opera Kecoa.
Harry Roesli bukan musisi biasa. Kehidupan yang sesungguhnya baginya adalah
seni musik. Kehidupannya adalah kegiatan musik. Alat yang digunakan untuk musik
kontemporernya yakni perkusi,
band, rekaman musik, dan lain-lain.
2. Slamet Abdul Sjukur
Slamet berpendapat kalau ada penonton yang bingungmendengarkan
musik kontemperer , ya lumrah saja. Hal ini disebabkan oleh jarak tafsir
antara pemusik dengan penonton yang ada. Slamet mengaitkan karya musik
kontemporer dengan zaman sekarang.
Salah satu ciri khasnya yaitu adanya sifat
mendrobrak. Tetapi saat berbicara mengenai perlunya suatupembaruan, Slamet tidak terbatas pada permasalahansosial atau politik. Di dalam
musik itu sendiri banyak hal-hal yang perlu dikembangkan. Misalnya yang
mempunyai suara uwek-uwek,
yang belum pernah ada sebelumnya dalam dunia musik. Hal seperti itu tentu
merupakan tanda kreatifitas yang bisa mengembangkan seni musik
itu sendiri. Dalam pertunjukannya, ada
pula tari yang ditampilkan sendirian dan musik yang ditampilkan sendirian.
3. Djaduk Ferianto
Djaduk Ferianto memadukan antara elemen
musik tradisional dan modern. Dalam karya musiknya, alat musik yang
digunakan sudah sering kita lihat, hanya saja perpaduan yang belum pernah ada
sebelumnya. Misalnya kendang dipadu dengan flute.
Djaduk banyak bereksperimen bersama grup musiknya yang berbasis diYogya, Sinten Remen.
4. I Nyoman Winda
Musik tradisional Bali selama
ini didominasi alat-alat pukul (perkusi) sehingga
karakteristik musiknya cendrung
keras, bersemangat dan lincah. Inilah yang sering dianggap sebagai ciri
khas musik Bali. I Nyoman Winda Mengarap musik kontemporer dengan
komposisi baru, yaitusimfoni bambu yang
dipadu dengan musik vokal.
5. Al Suwardi
Gamelan Genta sudah lama
dianggap ‘mati’ di Kerajaan
Solo. Suara yang indah itu, tampak tampaknya terus terngiang di telinga
dan menggugat pikiran dan perasaan Al Suwardi yang akhirnya bersusah payah
membuat peralatan gamelan genta baru, yang orientasi
baru dan tangga nada baru pula. Swara
Genta, begitulah judul yang akan menggema dari musik kontemporer Al
Suwardi.
6. Royke (Media
Perkusi)
Royke merupakan seorang musisi yang secara khusus mengeksplorasikan
musik-musik kontemprorer Royke jauh
dari nuansa futuristik. Dia menampilkan komposisi dengan kendang, kemudian drum akustik serta petikan gitar dengan komposisi yang terkesan klasikal.
Menurut Royke, musik itu sebenarnya tidak ada yang jelek. Semua musik lahir dari pengolahan ide
atau gagasan, apabila di eksplorasi tidak akan habis, khususnya untuk
mendapatkan bentuk baru dan taste yang lain. Musik adalah
suatu yang universal khususnya untuk menyampaikan pesan dari pembuat musik
kepada masyarakat. Yang penting, bermusik haruslah kreatif, karena kreativitas adalah suatu awal yang tidak akan pernah
terputus.
Royke mengungkapkan, kehadiran musik kontemporer bukan untuk menyaingi musikkonvensional saat
ini, melainkan lebih ditujukan pada balancing
position.
7. Jomped
Musik kontemporer Jomped, secara khusus menampilkan komposisi musik
dari proses kreatifitasnya, dan proses
pencariannya dalam mengeksplorasi media
komputer. Musik yang terkesan tidak lazim ini, lebih mengarah pada
bentukan musik elektronis dengan perpaduan efek cahaya yang
menimbulkan suasana futuristik.
Untuk menghidupkan musiknya, Jomped menambahkan beberapa perangkat software yang sacara khusus
dibuat denagn menggabungkan berbagai elemen yang dianggap bisa menciptakan
bunyi sesuai dengan keinginan.
Menurutnya, musik komputer memang terkesan susah dicerna, tetapi sebenarnya
di dalam musik ini terkandung sebuah nilai rasa bunyi yang bisa dikatakan
berbeda. Musik ini memang terkesan meleneh,
tapi kalau mau dirasakan, terdapat muatan
rasa yang lain.
CIRI –
CIRI MUSIK KONTEMPORER
Musik kontemporer memiliki ciri-ciri umum,
antara lain:
1. Warna bunyi bisa sejenis atau bisa berbagai jenis.
2. Notasi musik hanya dapat dimengerti oleh pemusik karena notasinya ditulis
dengan simbol atau tanda.
3. Memiliki improfisasi yang bervariasi mengikuti keinginan dari pemusik.
4. Bunyi dapat berasal dari sumber yang beragam,bukan hanya dari instrumen
musik.
5. Jenis tangga nada yang dipakai bervariasi.
6. Jenis birama tidak terpaku pada satu birama saja.
7. Dinamik dan tempo bervariasi.
8. Banyak menggunakan modulasi (perubahan nada
dasar)
9.Ada
perubahan komposisi instrument.
10.Dinamik
dan tempo dengan variasi tak lazim.
11.Harmoni
lepas diri dari system tonal (pengelompokan tingkat akor)
FUNGSI
MUSIK KONTEMPORER
1. Mengembangkan jenis musik baru baik yang berakar pada tradisi maupun tidak
2. Aktualisasi gaya bermusik para kompossi
3. Wujud ditemukan dan berkembangnya gramatika
musik
4. Suatu fenomena bahwa sumber bunyi bisa
menjadi musik
ALAT MUSIK
KONTEMPORER
- Piano
- Biola
- Kecapi
- Suling
- Gelas Plastik
- Gamelan
- Berbagai macam alat perkusi
- Angklung
- Kolintang
- Sasando
- Talempong
- Gitar
- Dll.
Sumber dari berbagai blog
come and play with us at Tantepoker.me
BalasHapusJudi Online
Judi poker
Poker pulsa
Poker Online
Thanks you my freend
BalasHapusVery good point, thanks
BalasHapusVery good my friends XD
BalasHapusKunjungi ya : FestMagz
Bcd
HapusGood. Semangat belajar semua!!
BalasHapusMembatu sekali
BalasHapusasiap sangat membantu gan
BalasHapuslengkap sekali infonya
BalasHapusaxisnet cek kuota